Featured Post

Sifat-sifat Unsur dan Kegunaannya

A. Hidrogen 1. Pengertian Hidrogen berasal dari bahasa Yunani, yaitu hydro yang berarti air dan genes yang berarti pembentukan. Hidrogen a...

Thursday 19 January 2017

POLIMER

POLIMER

   Polimer merupakan suatu makromolekul yang terbentuk dari unit berulang identik dan sederhana yang biasa dinamakan monomer. Jika hanya ada beberapa unit monomer yang bergabung disebut oligomer, sehingga oligomer memiliki berat molekul yang rendah. Jenis-jenis polimer dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu:
a) Struktur, polimer dibagi menjadi 3 yaitu polimer linier, polimer bercabang, dan polimer ikat silang
b) Sifat termal, polimer dibagi menjadi 2 yaitu polimer termoplastik dan polimer termoset
c) Sumber, polimer dibagi menjadi 2 yaitu polimer alam dan polimer sintetik
d) Komposisi, polimer dibagi menjadi 2 yaitu homopolimer dan kopolimer
e) Kristalinitas, polimer dibagi menjadi 3 yaitu polimer kristalin, polimer semi kristalin dan polimer amorf
f) Reaksi polimerisasi, polimer dibagi menjadi 2 yaitu polimer kondensasi dan polimer adisi
Homopolimer adalah polimer yang tersusun dari monomer-monomer yang sejenis (monomer tunggal), sedangkan kopolimer tersusun lebih dari satu monomer. Berikut adalah lima kelompok dasar dari kopolimer yang mempunyai 2 monomer (monomer A dan monomer B):
a. Kopolimer alternasi (alternating) terjadi jika terdapat dua unit struktur yang berselang-seling dalam susunan linier.
-A-B-A-B-A-B-A-B-
b. Kopolimer blok (block) terjadi dimana blok-blok A dan B muncul bersama.
-A-A-B-A-B-B-A-B-
c. Kopolimer acak (Random) terjadi jika susunan distribusi monomernya terletak secara acak.
-A-A-A-A-B-B-B-B-
d. Kopolimer Cangkok (Graft) terjadi jika terdapat susunan blok nonlinier yang secara esensial terdiri dari satu polimer dengan polimer lain yang bercabang darinya.

e. Kopolimer statistik (statistical), kopolimer ini mengikuti aturan hukum polimerisasi adisi

SIFAT-SIFAT POLIMER

   Polimer memiliki beberapa sifat yang harus diperhatikan yaitu, sifat mekanik, stabilitas panas, ketahanan nyala, ketahanan kimia, degradabilitas, dan konduktivitas listrik.
a. Sifat Mekanik
   Sifat-sifat mekanik polimer yang harus diperhatikan adalah kekuatan tarik, kompresif, fleksur dan ketahanan impak. Kekuatan tarik mengacu terhadap ketahanan terhadap tarikan. Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping polimer dengan dimensi yang seragam. Tegangan tarik dari suatu polimer adalah gaya dibagi dengan luas penampang. Kekuatan kompresif adalah kebalikan dari kekuatan tarik, yang merupakan ukuran sampai di mana suatu sampel bisa ditekan sebelum rusak. Kekuatan fleksur adalah ukuran dari ketahanan terhadap patahan ketika sampel ditekuk (difleks). Sedangkan kekuatan impak adalah ukuran dari “keuletan” suatu sampel dapat menahan pukulan stress secara tiba-tiba.
b. Stabilitas Panas
   Suatu polimer memiliki sifat stabil terhadap panas jika polimer tersebut tidak terurai di bawah suhu 400˚C dan dapat mempertahankan sifat-sifatnya yang bermanfaat pada suhu mendekati dekomposisi polimer. Oleh karena itu, polimer harus memiliki suhu transisi gelas atau peleburan Kristal yang tinggi. Stabilitas panas merupakan fungsi dari energi ikatan. Semakin tinggi suhu polimer hingga mendekati titik di mana energi getaran menimbulkan putusnya ikatan, maka polimer tersebut akan terurai.
   Pada polimer siklik, putusnya satu ikatan dalam suatu cincin tidak menghasilkan penurunan berat molekul dan putusnya dua ikatan mempunyai kemungkinan yang rendah. Oleh karena itu polimer siklik memiliki stabilitas panas yang lebih tinggi dari pada polimer rantai terbuka. Polimer aromatik secara karakteristik memiliki suhu transisi gelas yang tinggi, viskositas leburan yang tinggi dan kelarutan yang rendah, sifat tersebut diketahui berdasarkan struktur rangkanya yang kaku.
c. Daya nyala dan ketahan nyala
   Pada umumnya suatu polimer tidak dapat nyala seperti polivinil klorida dan polimer-polimer yang memiliki kandungan halogen yang tinggi. Polimer-polimer lainnya seperti polikarbonat dan poliuretana, akan terbakar sepanjang sumber nyala tetap hidup, tetapi jika sumber nyala dimatikan maka pembakaran terhenti. Polimer demikian disebut pemadam diri.
   Pembakaran terjadi dalam beberapa tahap, pertama sumber panas dari luar menaikkan suhu polimer hingga polimer mulai terurai dan melepaskan gas-gas yang mudah terbakar. Gas-gas yang mudah terbakar tersebut dimungkinkan berupa monomer akibat terjadinya proses depolimerisasi dari induksi panas. Monomer tersebut akan terurai lebih lanjut menjadi produk-produk yang mudah terbakar. Jika tidak terjadi depolimerisasi, maka oksidasi permukaan berperan dalam pembentukan gas-gas yang mudah terbakar.
   Untuk memperbaiki ketahanan nyala dari suatu polimer maka dibutuhkan tiga cara, yaitu menahan proses pembakaran dalam fasa uap, menimbulkan pembentukan arang dalam daerah pirolisis dan menambahkan bahan-bahan yang terurai memberikan gas-gas tidak dapat nyala atau secara endotermik untuk mendinginkan zona pirolisis. Pembentukan arang pada permukaan polimer dapat mengurangi daya nyala dengan cara bereaksi sebagai barir untuk menghalangi produk-produk gas dari berdifusi ke nyala tersebut dan untuk melindungi permukaan polimer dari aliran panas. Polimer-polimer aromatik memiliki kecenderungan alami terhadap pembentukan arang, sehingga memiliki daya nyala yang rendah. Penambahan senyawa-senyawa seperti alumina terhidrasi (Al2O3.3H2O) dapat melepaskan air secara endotermik untuk mendinginkan zona pirolisis, atau natrium bikarbonat yang dapat terurai untuk membentuk karbon dioksida sehingga dapat mengencerkan gas-gas yang mudah terbakar.
d. Ketahanan kimia
   Suatu polimer yang memiliki gugus polyester memiliki ketahanan kimia yang baik dengan adanya dua pendekatan umum, yaitu menaikkan rintangan sterik di sekitar gugus-gugus ester dan mengurangi jumlah gugus-gugus hidrofobik dari poliester tersebut. Fluor terbukti dapat memberikan ketahanan air dan pelarut sekaligus kepada berbagai polimer. Morfologi merupakan suatu variabel penting dalam ketahanan kimia. Polimer kristal lebih tahan dari pada polimer amorfus karena susunan rantai yang rapat dapat mengurangi permeabilitas. Begitu juga ikat silang yang dapat menaikkan ketahanan pelarut.
e. Degradabilitas
   Suatu polimer dapat dibuat terurai secara fotokimia dengan menginkorporasi gugus-gugus karbonil yang menyerap radiasi ultraviolet (UV) untuk membentuk keadaan-keadaan tereksitasi yang cukup berenergi untuk melakukan pembelahan ikatan. Proses tersebut dipelajari dari reaksi Norrish tipe II, yaitu sebagai berikut:

   Mikroorganisme dapat menguraikan polimer secara alami dengan mengkatalisis hidrolisis dan oksidasi. Oleh karena itu, semakin rendah berat molekul suatu polimer maka semakin cepat terdegradasi. Dan jika suatu polimer memiliki berat molekul yang tinggi, maka akan lebih efektif dalam menguraikannya bila dilakukan kombinasi antara gugus fungsional sensitive cahaya dan gugus fungsional yang bisa terhidrolisis.

REAKSI POLIMER

   Polimerisasi merupakan proses reaksi pembentukan polimer di mana monomer-monomer saling berikatan melalui reaksi kimia membentuk suatu rantai yang panjang. Reaksi polimerisasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu reaksi polimerisasi kondensasi dan reaksi polimerisasi adisi.
1. Polimerisasi Kondensasi
   Polimerisasi kondensasi merupakan reaksi polimerisasi yang minimal monomernya mempunyai dua gugus fungsi aktif, sehingga monomer tersebut dapat bereaksi secara kondensasi membentuk suatu rantai yang panjang yang disebut polimer. Contoh: Asam amino-kaproat.
NH2-(CH2)5-COOH
mempunyai 2 gugus aktif yaitu gugus amina dan karboksilat. Pada polimerisasi kondensasi, berat molekul bertambah secara lambat.
2. Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi merupakan suatu reaksi polimerisasi yang membutuhkan inisiator dan proses pemanjangan rantainya diperoleh dari setiap penamahan satu unit berulang. Sehingga pada polimerisasi adisi, berat molekulnya dapat bertambah secara cepat pada rantai yang telah diinisiasi. Contoh: pembentukan polistirena.

DEPOLIMERISASI

 Depolimerisasi merupakan proses penguraian polimer menjadi monomer-monomernya. Reaksi depolimerisasi dibagi menjadi 3 berdasarkan proses penguraiannya yaitu:
1. Penguraian secara Kimia
   Penguraian polimer secara kimiawi menggunakan prinsip reaksi oksidasi dengan oksigen karena memiliki hubungan langsung dengan durabilitas polimer. Reksi depolimerisasi dapat dipercepat menggunakan penerapan panas atau zat aditif untuk mengkatalisis proses oksidasi tersebut. Atom-atom karbon tersier pada suatu polimer merupakan bagian yang paling mudah mengalami oksidasi karena bagian tersebut paling mudah menerima serangan. Polimer tak jenuh mengalami penguraian oksidatif jauh lebih cepat oleh proses-proses radikal bebas yang melibatkan zat antara peroksida dan hidroperoksida. Atom-atom karbon alil paling sensitif terhadap serangan karena terbentuknya radikal-radikal yang distabilkan oleh resonansi. Dalam bidang industri, reaksi oksidasi polimer dapat dihambat oleh penambahan bahan-bahan antioksidasi.
2. Penguraian secara Termal
   Tipe reaksi-reaksi untuk polimer-polimer vinil ada tiga, yaitu pemutusan nonrantai, pemutusan rantai secara acak, dan depropagasi. Pemutusan nonrantai mengacu pada reaksi-reaksi yang melibatkan gugus-gugus pendan yang tidak memutuskan rangka polimer. Pemutusan nonrantai ini telah digunakan sebagai pendekatan untuk menyelesaikan masalah-masalah intraktabilitas poliasetilena. Metode ini melibatkan sintesis polimer zat pemula (precursor polymer) yang agak stabil dan mudah yang bisa dimurnikan dan difabrikasikan, kemudian secara termal dikonversi menjadi poliasetilena. Reaksi-reaksi pemutusan nonrantai bisa digunakan untuk mengkarakterisasi kopolimer-kopolimer ketika jumlah produk degradasi yang volatil bisa dihubungkan dengan konsentrasi suatu unit ulang tertentu.
   Pemutusan rantai secara acak terjadi dari reaksi-reaksi pemutusan homolitik pada titik-titik lemah rantai polimer. Pemutusan rantai yang acak terjadi dengan semua polimer vinil ke tingkat-tingkat yang bervariasi, tapi dengan naiknya substitusi pada kerangka polimer akan mengurangi terjadinya pemutusan secara acak.
   Depropagasi atau depolimerisasi yang menghasilkan monomer akan terjadi dari polimer-polimer yang disintesis dari monomer-monomer 1,1-disubstitusi. Proses inisiasi terjadi pada ujung rantai atau pada letak yang acak sepanjang rangka polimer. Polimer-polimer yang memiliki substituen-substituen tunggal pada karbon-karbon yang berselang-seling, terurai melalui depropagasi dan pemutusan rantai yang acak, dengan jumlah monomer yang terbentuk bervariasi dengan temperatur.
3. Penguraian oleh Radiasi
   Adanya radiasi dapat menyebabkan terjadinya proses ikat silang atau penguraian. Proses yang dominan dari keduanya bergantung pada dosis radiasi, struktur polimer, dan suhu. Adanya sinar ultraviolet dapat menyebabkan suatu polimer dapat terurai jika terjadi pada suhu tinggi, sedangkan pada suhu ruang akan terjadi reaksi ikat silang dan pemutusan rantai. Radiasi ionisasi menghasilkan monomer dari suatu polimer dengan rendemen yang jauh lebih tinggi pada suhu ruang. Penguraian yang terjadi oleh inisiasi sinar-sinar elektron digunakan dalam pembuatan mikrosirkuit-mikrosirkuit yang menggunakan teknologi resis. Semua polimer vinil dapat terurai di bawah dosis radiasi yang sangat tinggi.

Daftar Pustaka :
N.A. Dotson; R. Galvan, R.L. Lawrence and M. Tirrell, 1996. Polimerization process modeling. VCH Publisher, New York.
E. Narkanti; Santoso dan H. Juwono, 1996. Kimia polimer. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
M.P. Steven, 2001. Polymer Chemistry: An Introduction. Oxford University Press, Inc, Oxford.

1 comment: