Featured Post

Sifat-sifat Unsur dan Kegunaannya

A. Hidrogen 1. Pengertian Hidrogen berasal dari bahasa Yunani, yaitu hydro yang berarti air dan genes yang berarti pembentukan. Hidrogen a...

Wednesday, 27 July 2016

THERMOGRAVIMETRIC ANALYSIS (TGA)

THERMOGRAVIMETRIC ANALYSIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode analisis termal yang paling sering digunakan adalah analisis termogavimetrik atau TGA . TGA adalah suatu teknik analitik untuk menentukan stabilitas termal suatu material dan fraksi komponen volatile dengan menghitung perubahan berat yang dihubungkan dengan perubahan temperatur. Kurva yang dihasilkan pada analisis termogavimetrik (TGA) adalah perubahan massa vs temperatur sebagai kurva TG. Kurva TG merupakan plot dari penurunan massa pada sumbu y dan peningkatan temperatur pada sumbu x. Terkadang kita juga dapat mengeplotkan waktu pada sumbu y. Kurva TG dapat membantu menyatakan tingkat kemurnian sampel yang dianalisa dan menentukan tranformasi dalam sampel dalam range temperatur spesifik.

TGA biasanya diaplikasikan pada beberapa riset untuk menentukan karakteristik material seperti polimer, untuk menentukan penurunan temperatur, kandungan material yang diserap, komponen anorganik dan organik dalam material, dekomposisi bahan yang volatile, dan residu bahan pelarut. TGA juga sering digunakan pada kinetika korosi pada oksidasi temperatur tinggi.

Pengukuran TGA dilakukan diudara pada atmosfer yang inert seperti helium atau argon dan berat yang dihasilkan merupakan fungsi dari kenaikan temperatur. Pengukuran jugaa dapat dilakukan pada atmosfer oksigen (1-5% O2 dalam N2 ata He) hal ini bertujuan untuk memperlambat reaksi oksidasi.

Analisis TGA pada umumnya memiliki high precission keseimbangan suatu tempat (platina) yang terisi dengan sampel. Tempat sampel diletakkan pada pemanas elektrik dalam termo couple untuk mengukur temperatur. Atmosfer murni dengan gas inert berfungsi untuk mencegah reaksi oksidasi atau reaksi lain yang tidak diinginkan. Komputer digunakan untuk mengontrol instrumen. Analisis TGA dilakukan dengan meningkatkan temperatur secara berangsur-angsur dan membuat plot antara berat dan temperatur. Biasanya sampel diuji pada suhu sampai 100 ᵒC atau lebih besar. Pada makalah ini kami mencoba membahas mengenai prinsip kerja TGA, prinsip dasar TGA, instrumen dan teknik TGA, preparasi sampel, interpretasi kurva TG serta berbagai aplikasi TGA pada beberapa sample yang telah dipublikasi dijurnal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diajukan adalah :
1.2.1 Bagaimanakah prinsip dasar dari TGA?
1.2.2 Bagaimanakah prinsip kerja dan preparasi sampel pada TGA?
1.2.3 Bagaimanakah teknik dan instrumentasi TGA?
1.2.4 Bagaimanakah interpretasi kurva TG?
1.2.5 Bagaimanakah aplikasi TGA pada beberapa sample yang telah dipublikasi dijurnal?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka rumusan masalah yang diajukan adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui prinsip dasar dari TGA.
1.3.2 Untuk mengetahui prinsip kerja dan preparasi sampel pada TGA.
1.3.3 Untuk mengetahui teknik dan instrumentasi TGA.
1.3.4 Untuk mengetahui interpretasi kurva TG.
1.3.5 Untuk mengetahui aplikasi TGA pada beberapa sample yang telah dipublikasi dijurnal.

BAB II

ISI

2.1 Prinsip Dasar TGA

Termogavimetrik merupakan salaah satu teknik analisis dimana senyawa dikondisikan dalam lingkungan panas dan dingin dengan laju yang terkontrol dengan hasil berupa grafik fungsi temperatur. Hasil kurva massa versus temperatur memberikan informasi mengenai stabilitas termal dan komposisi dari sampel. Kestabilitas termal dan komposisis beberapa senyawa dan komposisi sampel dan komposisi dari residu. Instrumen analitik yang digunakan yaitu termobalance dengan furnace yang dipogram untuk menghasilkan data temperatur dengan waktu.

Prinsip dasar analisis termogravimetrik adalah perubahan massa sampel yang diamati ketika sampel dikenakan pada Controlled temperature programe. Program temperatur seringkali digunakan pada peningkatan suhu, namun pengamatan isotermal dapat juga dilakukan ketika perubahan massa sampel dengan waktu diikuti. TGA memiliki sifat kuantitatif, dan oleh karena itu TGA merupakan teknik pengukuran secara termal yang sangat tepat, namun memberikan informasi kimia secara tidak langsung. Kemampuan analisis produk yang volatile selama penghilangan berat dalam jumlah yang besar. Untuk mendapatkan data dalam bentuk informasi grafis TGA biasanya di gabungkan pada beberapa detektor dan spektrofotometer seperti MS dan FTIR. Proses yang terjadi pada eksperimen dengan TGA yang menyebabkan pertambahan berat ataupun kehilangan berat dapat dilihat pada tabel 2.1

2.2 Prinsip Kerja dan Preparasi sampel TGA

Cara menggunakan Thermogravimetri analizer (TGA) bergantung pada jenis dan merk alat. Alat dengan merk yang berbeda memiliki bagian yang berbeda pula. Thermogravimetri analizer (TGA) dilengkapi dengan alat atau bagian yang berbeda-beda sehingga cara menggunakannya disesuaikan dengan jenis alat. Cara pemakaian TGA dapat dilakukan dengan material yang berupa serbuk dimasukkan ke dalam cawan kecil dari bahan platina, atau alumina ataupun teflon. Pemilihan bahan dari cawan ini perlu disesuaikan dengan bahan uji. Bahan uji harus dipastikan tidak bereaksi dengan bahan cawan serta tidak lengket ketika dipanaskan.

Gambar 2.1 Cawan dari alumina, platinum, silika dan platina (Anandhan, 2003)

Analisis TGA memerlukan bahan standar sebagai referensi dan penyeimbang dari timbangan mikro. Standar yang biasanya dipakai adalah alumina yang juga perlu dimasukkan dalam cawan. Alumina dan bahan uji kemudian dimasukkan ke dalam alat TGA. Dalam melakukan analisis dengan TGA yang perlu dilakukan dengan sangat hati-hati adalah ketika meletakkan cawan-cawan diatas papan timbangan karena lengan dari papan timbangan sangat mudah patah sehingga dalam menempatkan dan mengambil cawan perlu dilakukan dengan hati-hati.

Timbangan dalam keadaan nol dan wadah sampel dipanaskan menurut siklus panas yang telah ditentukan. Timbangan mengirimkan sinyal berat pada komputer sebagai penyimpan, berupa temperatur sampel dan waktu. Kurva plot dari sinyal TGA dikonversi ke perubahan persen berat pada sumbu Y terhadap temperatur material referensi pada sumbu X.

Analisis TGA banyak dilakukan pada atmosfer oksidatif (campuran udara atau oksigen dan gas inert) dengan temperatur linier. Misalnya pada karbon nanotube, penggunaannya dipilih temperaturmaksimum sehingga berat sampel stabil pada akhir eksperimen, yang mengindikasikan bahwa semua reaksi kimia telah selesai.

2.3 Teknik TGA

Analisis Termogravimetri (TGA) adalah salah satu teknik analisis termal yang dapat digunakan untuk menganalisis material anorganik, logam, polimer, plastik, keramik, gelas dan material komposit. Cuplikan dapat dianalisis dalam bentuk bubuk (powder) atau potongan kecil sehingga bagian dalam cuplikan dekat dengan suhu gas yang diukur. Instrumen TGA dapat dihubungkan dengan suatu spektrometer massa RGA untuk mengidentifikasi dan mengukur uap air yang dihasilkan. TGA mengukur jumlah perubahan massa suatu material sebagai fungsi kenaikan suhu atau secara eksotermis sebagai fungsi waktu pada atmosfer nitrogen, helium, udara, gas lain atau ruang hampa. Berat cuplikan mulai dari 1 sampai 150 mg. Berat cuplikan yang biasa digunakan adalah 25 mg, akan tetapi hasilnya akan sempurna ketika cuplikan yang digunakan 1 mg material. Range suhu yang digunakan pada analisis adalah 25°C sampai 1500°C.

Teknik penggunaan TGA ialah mengukur kecepatan rata-rata perubahan massa suatu bahan/cuplikan sebagai fungsi dari suhu atau waktu pada atmosfir yang terkontrol. Pengukuran digunakan khususnya untuk menentukan komposisi dari suatu bahan atau cuplikan dan memperkirakan stabilitas termal pada suhu diatas 1000oC. Metode ini dapat mengkarakterisasi suatu bahan atau cuplikan yang dilihat dari kehilangan massa atau terjadinya dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi. Mekanisme perubahan massa pada TGA ialah bahan akan mengalami kehilangan maupun kanaikan massa. Proses kehilangan massa terjadi karena adanya proses dekomposi yaitu pemutusan ikatan kimia, evaporasi yaitu kehilangan atsiri pada peningkatan suhu, reduksi yaitu interaksi bahan dengan pereduksi, dan desorpsi. Sedangkan kenaikan massa disebabkan oleh proses oksidasi yaitu interaksi bahan dengan suasana pengoksidasi, dan absorpsi.

TGA menyediakan informasi karakterisasi bebas dan tambahan untuk teknik termal. TGA mengukur jumlah dan laju (kecepatan) perubahan massa sebuah sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu dalam suasana yang dikendalikan. Pengukuran yang digunakan terutama untuk menentukan panas dan/atau kestabilan bahan oksidatif serta sifat komposisi mereka. Teknik ini dapat menganalisis bahan yang menunjukkan massa baik kekurangan atau kelebihan karena dekomposisi, oksidasi atau hilangnya bahan mudah menguap (seperti kelembaban). Hal ini terutama berguna untuk mempelajari bahan polimer, termasuk termoplastik, termoset, elastomer, komposit, film, serat, pelapis dan cat (Mufthi 2009).

2.4 Instrumentasi pada TGA

Instrumentasi yang digunakan pada analisa termogavimetri (TGA) dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.2 Instrumen TGA (Anandhan, 2003)

Instrumen yang digunakan pada termogavimetri (TG) disebut termobalance. Termobalance terdiri dari beberapa komponen utama yang tersedia untuk menghasilkan data dalam bentuk kurva TGA. Komponen utama dari termobalance seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.3 Komponen UtamaTermobalance (Brown, 2001)

Berikut ini dijelaskan komponen utama dari termobalance yaitu:
2.4.1 Timbangan (Balance Control)
Timbangan yang digunakan pada instrumen TGA terbagi menjadi 2 jenis, yaitu timbangan vertikal dan timbangan horisontal, yaitu:
a. Instrumen timbangan vertical
Instrumen timbangan vertikal memiliki suatu tempat sampel yang bergantung pada timbangan yang diperlukan untuk mengkalibrasi instrumen dari efek buoyancy pada variasi densitas gas dengan temperatur, seperti variasi jenis gas. Instrumen timbangan vertikal biasanya tidak mempunyai tempat referensi dan tidak dapat digunakan untuk pengukuran DTA atau DSC dengan benar.
b. Instrumentasi timbangan horizontal
Instrumen timbangan vertikal memiliki dua tempat (sampel dan referensi) dan dapat digunakan untuk pegukuran DTA dan DSC. Instrumen ini bebas dariefek buoyancy, tetapi memerlukan kalibrasi untuk ekspansi perbedaan panas neraca timbangan.

Gambar 2.4 Balance Control (Anandhan, 2003)
2.4.2 Furnace
Furnace dan sistem kontrol harus didesain untuk menghasilkan pemanasan yang linear pada seluruh temperatur range pada furnace dan dibuat tetap pada temperatur tetap. Range temperatur pada TGA umumnya -150 oC hingga 2000 oC. Pada setiap instrumen memiliki range temperatur yang berbeda tergantung dari model instrumennya. Range temperatur dari furnace biasanya tergantung pada jenis pemanas yang digunakan.Umumnya kecepatan rata-rata pemanasan atau pendinginan pada furnace dapat dipilih antara 0-200 oC/menit. Insulasi dan pendinginan pada bagian luar furnace dibuat untuk menghindari oksidasi cuplikan. Berikut ini merupakan beberapa jenis furnice, yaitu:

Gambar 2.5 Jenis Furnice (Anandhan, 2003)
2.4.3 Pengukur dan kontrol Temperatur
Pengukur temperatur biasanya dilakukan menggunakan termokopel. Jenis trermokople yang digunakan pada temperatur diatas 1000 oC yaitu chromal-alumel sedangkan Pt/(Pt-10% Rh) digunakan untuk temperatur diatas 1750 oC. Temperatur mungkin dikontrol atau divariasikan menggunakan program kontroler dengan dua termokopel, signal dari menjalankan sistem kontrol meskipun termokopel yang kedua digunakan untuk merecord temperatur.

Gambar 2.6 Pengatur dan Kontrol Temperatur (Brown,2001)
2.4.4 Recorder
Rekorder X-Y biasanya digunakan untuk membuat plot antara berat dengan temperatur. Saat ini instrumen menggunakan microprosesor operasi kontrol dan data digital tambahan dan proses menggunakan komputer dengan perbedaan tipe rekorder dan plotter untuk menghasilkan data yang lebih baik. Pada gambar menunjukkan diagram skematis dari Balance dan Furnace untuk mengetahui kinerja dari termobalance. Dari diagram dapat dilihat bahwa keseluruhan sistem dari Balance dibungkus dengan glass untuk melindungi dari debu dan inert atmosfer. Terdapat kontrol mekanisme untuk mengatur aliran gas inert yang tersedia pada inert atmosfer dan air untuk mendinginkan furnace. Temperatur sensor furnace yang dihubungkan dengan pengontrol pemanasan. Balance output dan termocouple signal mungkin ditangkap recorder untuk mencatat kurva TG.

2.5 Kurva TG dan Interpretasi kurva TG

Kurva yang dihasilkan pada analisis termogavimetrik (TGA) adalah perubahan massa vs temperatur sebagai kurva TG yang ditunjukkan pada gambar 2.7. Kurva TG merupakan plot dari % penurunan massa pada sumbu y dan peningkatan temperatur pada sumbu x. Terkadang kita juga dapat mengeplotkan waktu pada sumbu y. Kurva TG dapat membantu menyatakan tingkat kemurnian sampel yang dianalisa dan menentukan tranformasi dalam sampel dalam range temperatur spesifik.


Gambar 2.7 Plot Kurva TG (Brown,2001)

Beberapa tipe kurva TGA dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.8 Tipe Kurva TGA (Brown, 2001)

Adapun interpretasi kurva TG dapat digunakan sebagai teknik analisa kuantitatif dan kualitatif yang dapat dijelaskan seperti berikut:
2.5.1 Teknik Kuantitatif
Kurva TG komponen murni adalah karakteristik untuk setiap komponen tertentu. Penggunakan kurva kita dapat menghubungkan perubahan massa dengan stokiometri yang terlibat, sehingga kurva TG dapat digunakan sebagai teknik kuantitatif dimana komposisi kuantitatif sampel dapat diketahui. Sebagai ilustrasi interpretasi kurva TG, berikut ini akan dijelaskan kurva TG CaCO3 pada 800 ᵒC dan 900 ᵒC untuk membentuk oksida CaO yang stabil dan gas CO2. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
   CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)
Mr 100.1          56.1       44

Gambar 2.9 Kurva TG dan DTG CaCO3 berbagai suhu pemanasan (Brown,2001)
Berdasarknan kurva TG menunjukan bahwa persen massa yang hilang pada sampel adalah 44 % (100.1-56.1) pada antara suhu 800 ᵒC dan 900 ᵒC. Hal ini sesuai untuk menghitung perubahan massa berdasarkan stokiometri dekomposisi CaCO3 melalui persamaan
m %= (Mr CO_2)/(Mr C〖aCO〗_3 ) ×100
    =(44×100)/100.1=44
2.5.2 Teknik Kualitatif
Kurva TG juga dapat digunakan sebagai analisis kualitatif dengan cara membandingkan stabilitas termal suatu material. Informasi yang dihasilkan oleh kurva TG dapat digunakan untuk memilih material yang cocok pada penggunaan akhir aplikasi, memprediksi performa produk dan meningkatkan kualitas produk. Berikut ini merupakan contoh intrerpretasi kurva TG yang diguanakan sebagai teknik analisis kualitatif pada berbagai sampel polimer.

Gambar 2.10 Kurva TG dari berbagai sampel polimer (Brydson, 1999)
Kurva TG diatas mengindikasikan bahwa polimer PVC memiliki kestabilan termal yang paling rendah dan PS memiliki kestabilan paling tinggi. Polimer PS tidak kehilangan berat dibawah suhu 500 ᵒC dan dekomposisi terjadi pada suhu 600 ᵒC. tiga polimer yang lain sudah terdekomposisi sekitar suhu 450 ᵒC. Polimer PMMA dekomposisinya lebih lambat, hal ini diindikasikan dari slop kurva TG. Kurva TG polimer PMMA memiliki slop yang lebih rendah dari sebelumnya.

BAB III

APLIKASI

Metode analisis termal yang paling sering digunakan adalah analisis termogavimetrik atau TGA. Hal ini disebabkan TGA dapat diaplikasikan untuk beberapa tujuan. Berikut ini akan dibahas mengenai berbagai aplikasi TGA dalam serta contoh aplikasi berdasarkan jurnal yang telah dilaporkan.

3.1 Aplikasi TGA Secara Umum
Berikut ini merupakan berbagai aplikasi dari analisis termogavimetrik atau TGA antara lain:
a. Menentukan temperatur dan perubahan berat reaksi dekomposisi, analisa komposisi kuantitatif, serta menentukan kandungan air;
b. Analisa reaksi dengan udara, oksigen, atau gas reaktif lainnya;
c. Dapat digunakan untuk mengukur laju evaporasi, seperti untuk mengukur emisi campuran cairan yang mudah menguap;
d. Menentukan temperatur curie dari transisi magnetis dengan mengukur temperatur dimana kekuatan yang digunakan oleh suatu magnet menghilang pada pemanasan atau muncul kembali pada pemdinginan;
e. Membantu mengidentifikasi plastik dan material organik dengan mengukur temperatur ikatan scissions didalam atmosfer inert atau oksidasi dalam udara atau oksigen;
f. Digunakan untuk mengukur berat fiberglass dan material anorganik dalam plastik, melaminasi, mengecat, primer, dan material composite dengan pembakaran resin polymer;
g. Dapat mengukur material yang ditambahkan ke beberapa makanan, seperti silika gel, dan titanium diaoksida;
h. Dapat menentukan kemurnian suatu material, senyawa anorganik, atau material organik.

3.2 Aplikasi TGA Berdasarkan Jurnal

Berikut ini merupakan berbagai aplikasi dari analisis termogavimetrik atau TGA yang telah dilaporkan dari beberapa jurnal antara lain:

a. Jurnal : Dekomposisi Termal Campuran Huntite dan Hydromagnesite (L.A. Holingbery, T.R. Hull, 2012)

- Sampel :
Huntite (Minelko Ltd), hydromagnesite (Carbomag TL), magnesium klorida, kalsium klorida dan campuran magnesium klorida dan kalsium klorida (Microcrab ST10H).
- Instrumen :
Pengukuran TGA dilakukan dengan menggunakan instrument instrument Q 5000 IR dengan laju pemanasan 10ᵒC/min.
- Hasil
Antara huntite dan hydromagnesite mengalami dekomposisi termal melalui penghilangan massa dan pelepasan air dan karbon dioksida. Gambar 3.1 menunjukan perbandingan dekomposisi termal dari huntite, hydromagnesite dan campuran antara huntite dan hydromagnesite yang telah tersedia (UltraCarb LH15).

Gambar 3.1 Kurva TGA dekomposisi termal dari huntite, hydromagnesite dan UltraCarb LH15 (Hollingbery, 2012)
Huntite mengalami dekomposisi secara termal melalui dua tahap. Tahap pertama terjadi pada suhu sekitar 400 ᵒC dan 630 ᵒC dengan jumlah massa yang hilang sekitar 38%, dan tahap kedua terjadi sekitar 630 ᵒCdan 750 ᵒC dengan kehilangan massa sekitar 12% sehingga massa total yang hilang sekitar 50%.
Mg3Ca(CO3)4 → 3MgO + CaO + 4CO2
Huntite memiliki massa molekular total 353 g/mol. Oleh karena itu, mineral karbonat ini yang mungkin mengalami dekomposisi termal dengan melepaskan karbon dioksida yang memiliki massa molekular 44 g/mol, sehingga perhitungan stokiometrinya:
Massa yang hilang pada suhu 400 ᵒC dan 630 ᵒC :
38/100×353=134.14 g/mol
Yang hilang molekul CO2, maka :
134.14/44≈3
Jadi, pada suhu 400 ᵒC dan 630 ᵒC terjadi pelepasan sekitar 3 molekul CO2.
Massa yang hilang pada suhu 630 ᵒC dan 750 ᵒC :
12/100×353=42.36 g/mol
Yang hilang molekul CO2, maka :
42.36/44≈1
Jadi, pada suhu 400 ᵒC dan 630 ᵒC terjadi pelepasan sekitar 1 molekul CO2.

Dekomposisi hydromagnesite lebih rumit dibandingkan dengan huntite. Ada massa yang hilang sekitar 15% pada suhu sekitar 350 ᵒC dan selanjutnya hilang 41% pada suhu sekitar 700 ᵒC dimana massa molekular hydromagnesite 467.5 g/mol.
Mg3Ca(CO3)4(OH)2.4H2O → 5MgO + 4CO2 + 5H2O
Hasil TGA menunjukkan bahwa tejadi pelepasan empat molekul air (dari air kristal). Selanjutnya, terjadi dekomposisi molekul air dari ion hidroksida dan pelepasan molekul karbon dioksida.
Massa yang hilang pada suhu 350 ᵒC :
15/100×467.5=70.125 g/mol
Yang hilang molekul H2O, maka :
70.125/18≈4
Jadi, pada suhu 350 ᵒC terjadi pelepasan sekitar 4 molekul CO2.
Massa yang hilang pada suhu 700 ᵒC :
41/100×467.5=191.675 g/mol
Dengan asumsi 1 molekul hilang H2O, maka :
18/467.5=0.0385 ≈3.85%
Jadi, pada suhu 700 ᵒC terjadi pelepasan sekitar 1 molekul H2O dengan massa hydromagnisite yang hilang sekitar 3.85% dan 4 molekul hilang CO2, maka :
176/467.5=0.376 ≈37.6%
Jadi, pada suhu 700 ᵒC terjadi pelepasan sekitar 1 molekul H2O dengan massa hydromagnisite yang hilang sekitar 3.85% .

Peneliti juga melakukan pebandingan antara sampel Humatite dan Hydromagnesite dengan magnesium karbonat dan kalsium karbonat menggunakan TGA untuk melihat dekomposisi Magnesium dan kalsium karbonat pada humatite dan hydromagnesite. Pengamatan dekomposisi humatite dilakukan dengan membandingkan dengan magnesium karbonat, kalsium karbonat dan magnesium karbonat-kalsium karbonat 3:1.

Gambar 3.2 Kurva TGA dekomposisi termal dari huntite, magnesium klorida, kalsium klorida dan magnesiumklorida-kalsium klorida 3:1 (Hollingbery, 2012)

Humatite mengalami dekomposisi secara termal melalui 2 tahap. Pada tahap pertama dekomposisi terjadi pada suhu antara 400 dan 630 ᵒC. Dekomposisi yang terjadi adalah ion carbonat yang berikatan dengan atom magnesium, pelepasan karbon dioksida dan meninggalkan magnesium oksida kalsium karbonat sebagai residu.
Mg3Ca(CO3)4 → 3MgO . CaCO3 + 4CO2

Kalsium karbonat tidak membentuk struktur kristal seperti kalsium karbonat alami karena kalsium karbonat terdekomposisi pada temperatur rendah. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya magnesium oksida dengan kalsium karbonat dalam satu struktur. Pada tahap kedua dekomposisi terjadi pada suhu antara 630 dan 750 ᵒC, terjadi dekomposisi ion karbonat sisa yang berikatan dengan atom kalsium, pelepasan karbon dioksida dan meninggalkan karbon dioksida dan meninggalkan residu campuran magnesium oksida dan kalsium oksida.
Mg3Ca(CO3)4 → 3MgO . CaO + CO2

Pada dekomposisi hydromagnesite yang terlihat pada gambar 3.3 tidak sepenuhnya terjadi dekomposisi melalui tiga tahap. Tetapi yang terlihat digambar 1 bahwa pada suhu 350 ᵒC terjadi kehilangan 15% massa, selanjutnya kehilangan massa sebesar 41% terjadi pada suhu 700 ᵒC, sehingga total 56% massa yang hilang dari proses dekomposisi ini.


Gambar 3.3 Kurva TGA dekomposisi termal dari hydromagnetite, magnesium klorida, kalsium klorida dan magnesiumklorida-kalsium klorida 4:1 (Hollingbery, 2012)

Massa yang hilang berhubungan dengan dekomposisi ion hidroksida yang mungkin terjadi pada suhu sekitar 330 ᵒC dan 430 ᵒC tetapi didukung dengan hilangan massa yang cukup besar yang berhubungan dekomposisi ion karbonat. Rentang temperatur ini juga dekat dengan rentang temperatur dimana terjadi dekomposisi magnesium hidroksida.

b. Jurnal : Synthesis and Hydrogen Storage Behavior of Metal Organic Framework MOF-5 (Li, 2009)

- Sampel :
Sampel yang digunakan pada karakterisasi TGA ini adalah material berpori MOF-5 yang disintesis dengan metode yang berbeda-beda yaitu Direct Mixing of TEA (Difusi cepat TEA), Slow Diffusion of TEA (Difusi lambat TEA), serta Solvotermal. Pada prinsipnya MOF-5 disintesis dengan menggunakan Zn(NO3)2. 6H2O sebagai sumber logam, Benzen Dikarboksilat Acid (H2BDC) sebagai ligan organik, dan pelarut yang digunakan adalah DMF (Dimetil Formamide) dan membentuk kerangka (framework). Adapun struktur dari MOF-5 adalah sebagai berikut:


Gambar 3.4 : (a) bangunan unit di dalam kristal MOF-5 dimana atom karbon karboksilat ada pada posisi geometri oktahedral (b) MOF-5 dalam bentuk kubus primitif (c) MOF-5 dalam bentuk karbon berpori secara 3D (Eddaoudi, 2001)

- Instrumen :
Pengukuran TGA dilakukan dengan menggunakan instrumen Netzsch STA409C dengan kecepatan pemanasan 10 K/menit.

- Hasil
Kurva TGA pada sampel MOF-5 yang disintesis dengan menggunakan metode yang berbeda ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.5 : Kurva TGA MOF-5 yang disintesis dengan metode yang berbeda (Li, 2009)

Gambar 3.5 menunjukkan bahwa kurva TGA MOF-5 dengan metode yang berbeda menunjukkan bentuk yang mirip. Sampel MOF-5 baik yang disintesis dengan metode Direct Mixing of TEA (Difusi cepat TEA), Slow Diffusion of TEA (Difusi lambat TEA), maupun Solvotermal mengalami perubahan % berat pada suhu antara 300 sampai 523 K. Hal ini menunjukkan pelarut DMF yang ada pada framework mulai terhapus pada suhu 300 K dan akan komplit terhapus pada suhu 523 K. Pada suhu diatas 523 K semua kurva TGA menunjukka % berat yang relatif konstan, yang artinya struktur MOF-5 stabil.

Namun % berat kembali menurun secara drastis yang menunjukkan bahwa struktur MOF-5 kembali tidak stabil karena kerangkanya (framework) mulai mengalami kerusakan (collapse). Saat collapse terjadi perbedaan suhu antara sampel MOF-5 yang disintesis dengan metode difusi TEA (baik cepat atau lambat) dengan solvotermal. Sampel MOF-5 yang disintesi dengan metode difusi TEA mengalami collapse pada suhu 673 K sedangkan solvotermal collapse baru terjadi pada suhu 773 K. Hal ini menunjukkan bahwa MOF-5 yang disintesis dengan metode solvotermal memiliki kestabilan termal yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan MOF-5 yang disintesis dengan metode Direct Mixing of TEA (Difusi cepat TEA) dan Slow Diffusion of TEA (Difusi lambat TEA).

c. Jurnal : Thermal Properties of Nanoporous Carbon Prepared by A Template Method Using Different Polymeric and Organic Precursor (Sobiesiak, 2012)

- Sampel :
Sampel yang digunakan pada karakterisasi TGA ini adalah karbon nanopori yang disintesis dengan metode hard template dengan polimer dan precursor organik. Adapun variasi yang dilakukan antara lain:

Keterangan:
Furfuril Alkohol (FA); 4,4’-bismaleimidediphenyl methane (BM); 4,4’-bismaleimidediphenyl methane (BM) ditambah kopolimer Divinil Benzene (BM-DVB); silika gel dengan ukuran yang berbeda, yaitu SG (ukuran butir 0,063 – 0,2 mm) dan ZK (ukuran butir 2 – 7 mm); Sulfosalicylic Acid (c1) dan Phosphoric Acid (P1.5)

- Instrumen :
Pengukuran TGA dilakukan dengan menggunakan instrumen Netzsch derivatograph STA 449 F1 Jupiter (Netzsch, Germany) pada range 40–1000 oC dengan kecepatan pemanasan 10oC/menit. Pengukuran dilakukan dengan wadah Al2O3 dibawah atmosfer helium dan udara.

- Hasil
Kurva TGA pada sampel karbon nanopori yang disintesis dengan polimer serta precursor organik yang berbeda dan diukur dibawah atmosfer helium ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.6 : Kurva TGA Karbon nanopori yang diukur dibawah atmosfer helium (Sobiesiak, 2012)

Gambar 3.6 menunjukkan bahwa kurva TGA karbon nanopori yang diukur dibawah atmosfer helium terlihat landai dan tidak menurun secara drastis dan penurunan % berat terjadi secara lambat. Hal ini disebabkan dekomposisi karon nanopori terjadi tanpa oksidasi. Setelah suhu mencapai 1000oC (setelah pengukuran selesai) residu yang diperoleh juga tinggi, yaitu berkisar 73 – 83%. Pada sampel P1, dekomposisi terjadi lebih cepat dibandingkan dengan sampel lain terutama pada suhu 225 - 450oC. Setelah suhu 450oC, dekomposisi sampel P1 terjadi secara lambat kembali. Kurva TGA sampel P2 menunjukkan bahwa destruksitermal terjadi secara intensif pada suhu 800-900oC. Adapun sampel P3-P6 menunjukkan dekomposisi yang hambir sama yaitu penurunan % berat terjadi secara lambat. Hal ini dapat ditunjukkan pada kurva TGA sampel P3-P6 yang bentuk kurvanya mirip. Sehingga dapat ditarik simpulan bahwa sampel P2 memiliki kestabilan termal terbaik.

Kurva TGA pada sampel karbon nanopori yang disintesis dengan polimer serta precursor organik yang berbeda dan diukur dibawah atmosfer udara ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.7 : Kurva TGA Karbon nanopori yang diukur dibawah atmosfer udara (Sobiesiak, 2012)

Gambar 3.7 menunjukkan bahwa kurva TGA karbon nanopori yang diukur dibawah atmosfer udara terlihat turun secara drastis dan penurunan % berat terjadi secara cepat. Hal ini disebabkan dekomposisi karon nanopori terjadi dengan oksidasi. Kurva TGA menunjukkan bahwa destruksi termal terjadi pada range 150-250oC bergantung pada tipe prekursor dan temperatur karbonisasinya. Pada sampel karbon nanopori dengan kode P1, P3-P6 dekomposisi mula-mula terjadi pada suhu 150-175oC dan hampir selesai (komplit) pada suhu 500oC. Sedangkan sampel karbon nanopori dengan kode P2 memiliki kurva TGA yang sedikit berbeda, yaitu dekomposisi mula-mula terjadi pada suhu 250oC dan hampir selesai (komplit) pada suhu 550oC. Hal ini menunjukkan bahwa sampel P2 memiliki kestabilan termal terbaik.

d. Rapid Synthesis of Zeolitic Imidazolate Framework-8 (ZIF-8) Nanocrystals In An Aqueous System (Pan, 2011)

- Sampel :
ZIF-8 nanokristal yang disintesis dalam larutan encer. Larutan tersebut terdiri dari Zn(NO3)2.6H2O, 2-metil imidazol, dan air deionized (DI) dengan rasio molar Zn2+ : 2-metil imidazol : H2O = 1:70:1238. Sintesis dilakukan pada temperatur ruang (22±2 oC) dan secara khusus hanya dilakukan dalam beberapa menit. Adapun struktur dari ZIF-8 adalah sebagai berikut:

Gambar 3.8 Struktur dari ZIF-8 nanokristal (Pan, 2011)

- Instrumen :
Sampel diukur menggunakan thermal gravimetric analysis (TGA) dilakukan dibawah aliran helium.

- Hasil
Kurva TGA dari sampel setelah sintesis ZIF-8 nanokristal dalam larutan encer dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.9 Kurva TGA dari sampel ZIF-8 setelah disintesis (Pan, 2011)

Gambar 3.9 menunjukkan analisis gravimetri termal (TGA) dari sampel setelah disintesis yang dilakukan di bawah aliran helium. Kurva TGA mirip dengan yang telah dilaporkan sebelumnya yaitu kristal ZIF-8 berukuran mikrometer yang dilakukan dalam aliran nitrogen. Gambar menunjukkan sampel berangsur-angsur mengalami penurunan yaitu sebesar 11,8% pada temperatur 200 oC, sesuai dengan penghilangan molekul pelarut terutama air dari rongga atau spesies yang tidak bereaksi misalnya 2-metil imidazol dari permukaan nanokristal. Sebuah dataran tinggi yang panjang ditunjukkan pada kisaran suhu 200-500 oC yang menunjukkan bahwa sampel mempunyai stabilitas termal yang tinggi.

e. Synthesis of Biodiesel From Vegetable Oil with Methanol Catalyzed by Li-Doped Magnesium Oxide Catalysts (Wen, 2010)

- Sampel :
Sampel yang digunakan adalah katalis Li dengan doping Magnesium Oxide

- Instrumen :
Pengukuran TGA dilakukan dengan menggunakan instrument SDT Q600 dengan kecepatan pemanasan 10oC/menit pada atmosfer nitrogen.

- Hasil :
Kurva TGA dari sampel katalis Li dengan doping Magnesium Oxide ditunjukan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.10 Kurva TGA katalis Li dengan doping Magnesium Oxide (Wen, 2010)

Ada tiga tipe pengurangan berat pada suhu 298-373 K, 543-573 K, dan 763-883K. Pengurangan berat pertama (298-373 K) adalah penghilangan adsorpsi fisik air. Pengurangan berat kedua (543-573 K) adalah dekomposisi Mg(OH)2. Pada suhu mulai 763 K LiNO3 mulai terdekomposisi dan struktur kembali menjadi MgO. Berat tetap konstan pada suhu diatas 883 K. Suhu kalsinasi tinggi baik untuk interaksi kuat antara ion Li dan MgO, dengan demikian untuk meningkatkan konversi biodiesel dengan meningkatkan suhu dari 823 K ke 773 K. Di sisi lain luas permukaan menurun menurun secara signifikann dengan meningkatnya suhu kalsinasi, kecuali pada suhu range antara 873 K hingga 973 K. Ini tidak baik untuk sintesis biodiesel. Dua pertentangan pengaruh tersebut menunjukkan suhu rata-rata dekomposisi LiNO3 823 K, ini adalah suhu optimum untuk katalis Li dopping MgO.

f. Production of Biodiesel by Esterification of Natural Fatty Acids Over Modified Organoclay Catalysts (Ghiaci, 2011)

- Sampel :
Biodisel dari asam lemak alami yang dimodivikasi dengan bentonit, dimana 3A = The acidic ionic liquids used were 3-hexadecyl-6-sulfo-1-(4-sulfobenzyl)-1H-benzimidazolium hydrogensulfate, 3B = 3,30-(butane-1,6-diyl)bis(6-sulfo-1-(4-sulfobenzyl)-1H-benzimidazolium) hydrogensulfate, dan 4B =3,30-(hexane-1,6-diyl) bis(6-sulfo-1-(4-sulfobenzyl)-1H-benzimidazolium) hydrogensulfate.

- Instrumen :
Analisis termogravimetri (TGA) dilakukan dengan menggunakan Instrument Bahr STA 503 model agilent GC 6890N, dengan laju pemanasan 100 C / menit. Pada setiap analisis dilengkapi dengan HP-50 + kolom kapiler (60 m, 0,25 mm, 0,25 lm) dan detektor FID.

- Hasil
Kurva TGA dari sampel biodisel yang telah dimodivikasi dengan bentonit ditunjukan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.11 Kurva TGA biodisel yang dimodifikasi bentonit (Ghiaci, 2011)

Stabilitas termal dari sampel cairan ionik dapat diketahui dari hasil thermograms TGA. Dari hasil TGA dapat disimpulkan bahwa semua cairan ionik menunjukkan stabilitas termal yang baik hingga temperature mencapai 2000 C, meskipun dicationic ionik cairan 3B dan 4B secara signifikan lebih stabil daripada monocationic ionik 3A cair.

g. Thermal, Rheological, Mechanical and Morphological Behavior of HDPE/Chitosan Blend (Mir, 2011)

- Sampel :
Polimer komposit HDPE/Kitosan. Di mana variasi rasio HDPE/kitosan masing-masing 100/0, 85/15, 75/25, 70/30 dan 65/35.

- Instrumen :
Pengukuran TGA dilakukan dengan menggunakan instrument Mettler Toledo (TGA/DSC star system) dengan kecepatan pemanasan 10◦C/min, dan dibawah aliran nitrogen dengan kecepatan 50mL/min.

- Hasil
Kurva TGA dari sampel polimer komposit HDPE/Kitosan ditunjukan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.12 Kurva TGA polimer komposit HDPE/Kitosan (Mir, 2011)

Dari gambar tersebut dapat diketahui sifat termal dari polimer komposit HDPE/Kitosan. Polimer HDPE (sampel a) dan ikat silang HDPE dengan silan (sampel b) menunjukkan degradasi tunggal pada kisaran 420-500 °C di mana terjadi dekomposisi matriks PE. Sampel b memiliki stabilitas termal yang lebih tinggi dari pada sampel a karena proses ikat silang dengan silan menambah kestabilan termal. Sedangkan untuk paduan HDPE/kitosan yang tidak diikat silangkan (sampel c) menunjukkan adanya dua tahap degradasi. Tahap pertama berkisar antara 260-420 °C yang disebabkan karena terjadinya degradasi termal dari kitosan. Pada tahap ini, degradasi kitosan yang terjadi melibatkan reaksi dehidrasi, pemotongan cincin dan reaksi dekomposisi. Tahap kedua berkisar antara 420-500 °C yang disebabkan karena terjadi dekomposisi matriks PE seperti yang teramati pada sampel a dan b. Ikat silang pada paduan HDPE/kitosan (sampel d) menunjukkan tiga tahapan dalam termogram. Tahap pertama yang berkisar antara 90°C sampai 160°C akibat adanya penguapan air oleh kompositnya. Tahapan kedua dan ketiga sama dengan proses degradasi termal pada sampel c.

h. Physicochemical Characterization Of Co3O4 Prepared by Thermal Decomposition: Phase Composition and Morphology (Garavaglia, 1983)

- Sampel :
Co(NO¬3)2∙6H2O dan CoCl2∙6H2O

- Hasil : Kurva TGA Precursor Kobalt Nitrat dan Kobalt Klorida dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.13 Kurva TGA Kobalt Nitrat dan Kobalt Klorida (Garavaglia, 1983)

Gambar 3.13 menunjukkan Dekomposisi nitrat pada Co(NO¬3)2∙6H2O ditunjukkan oleh kurva A sedangkan Dekomposisi nitrat pada CoCl2∙6H2O ditunjukkan oleh kurva B. Kurva A menunjukkan bahwa, pada suhu kamar adanya hidrasi molekul air ditunjukkan oleh komposisi heksahidrat. Hidrasi molekul air hilang pada temperature antara 40-200°C, akan tetapi pada waktu pemanasan yang pendek mungkin masih terdapat molekul air pada suhu diatas 200°C. Pemanasan pada waktu yang cukup Co3O4 mulai terbentuk pada suhu 150°C. Padatan Co3O4 satu-satunya produk yang terbentuk pada saat suhu 250-700°C, walaupun digunakan waktu yang paling pendek yaitu 1 jam.

Kurva B menunjukkan bahwa, pada suhu 40-80°C terjadi kehilangan berat yang sangat kecil. Hal ini menunjukkan hilangnya molekul air yang terserap secara fisik (physisorp). Pada saat suhu 130°C molekul air yang terikat secara kimia sedikit demi sedikit akan hilang sehingga komposisi yang terbentuk adalah CoCl2∙2H2O. Step by step pada saat suhu 160°C akan terbentuk CoCl2∙H2O. Molekul air yang terakhir hilang sangat lambat pada interval suhu 60°C untuk membentuk CoCl2 yang akan stabil pada kenaikan suhu diatas 200°C. Ketika suhu 400°C penurunan berat terus meningkat dan akan konstan ketika suhu 700°C. Pada suhu 820°C reaksi dekomposisi telah menyeluruh membentuk Co3O4 dan tidak ada variasi komposisi ketika suhu 900°C.

i. Memprediksi Waktu Hidup Berdasarkan Informasi TGA Dekomposisi

Informasi TGA dekomposisi dapat dipakai untuk memprediksi waktu hidup (lifetimes) produk dari beberapa material polimer, seperti pelapisan untuk keadaan elektrik atau kabel telekomunikasi. Sampel dipanaskan pada tiga atau lebih perbedaan pemanasan. Pemakaian perbedaan pemanasan merubah skala waktu pada saat proses dekomposisi. Jika kecepatan pemanasan diperlakukan lebih cepat, maka temperatur dekomposisi akan menjadi lebih tinggi. Pendekatan ini membuktikan sebuah hubungan antara waktu dan temperatur untuk dekomposisi polimer dan informasi ini dapat dipakai untuk memodelkan kinetik dekomposisi. Hal ini dapat ditunjukkan melelui kurva TGA dibawah ini:

Gambar 3.14 Pengaruh panas pada dekomposisi termal dari polietilena


Gambar 3.15 Kurva Isokonversi untuk Degradasi Termal Polietilena Berdasarkan pada Pemodelan Kinetik

Gambar 3.14 menunjukkan hasil TGA yang diperoleh dari sampel polietilena pada bentangan kecepatan pemanasan dari 1—40 °C/min. Sepanjang kecepatan pemanasan ditingkatkan, permulaan dekomposisi berubah ke temperatur yang tinggi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan software Kinetik Dekomposisi TGA PerkinElmer. Analisis kinetik disajikan oleh informasi prediksi yang bernilai dari software pada material polimer, termasuk estimasi waktu hidup (lifetime). Ditunjukkan dalam Gambar 3.15 Kurva Isokonversi, yang menghadirkan waktu untuk mencapai sebuah tingkatan khusus konversi sebagai sebuah fungsi temperatur. Terutama yang digunakan untuk penilaian waktu hidup produk. Jika menginginkan bahwa tingkat kritik konversi bisa diketahui, maka waktu untuk mencapai tingkat kritik ini direncanakan secara khusus (particular) atau akhir penggunaan temperature dapat diprediksi.

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
4.1 Prinsip dasar analisis termogravimetrik adalah perubahan massa sampel yang diamati ketika sampel dikenakan pada Controlled temperature programe.
4.2 Cara pemakaian TGA dapat dilakukan dengan material yang berupa serbuk dimasukkan ke dalam cawan kecil dari bahan platina, atau alumina ataupun teflon.
4.3 Teknik penggunaan TGA ialah mengukur kecepatan rata-rata perubahan massa suatu bahan/cuplikan sebagai fungsi dari suhu atau waktu pada atmosfir yang terkontrol. Adapun instrumen yang digunakan pada termogavimetri (TG) disebut termobalance.
4.4 Kurva TG merupakan plot dari % penurunan massa pada sumbu y dan peningkatan temperatur pada sumbu x. Terkadang kita juga dapat mengeplotkan waktu pada sumbu y.
4.5 Pengukuran TGA digunakan khususnya untuk menentukan komposisi dari suatu bahan atau cuplikan dan memperkirakan stabilitas termal pada suhu diatas 1000oC. Metode ini dapat mengkarakterisasi suatu bahan atau cuplikan yang dilihat dari kehilangan massa atau terjadinya dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi.

Daftar Pustaka

Anandhan, 2003. Thermal Analysis. Dept. of Met. and Mat. Engg., NITK
Brydson, J A. 1999. Plastics Materials. Butterworth-Heinemann: 7th Ed
Brown, M.E. 2001. Introduction to Thermal Analysis. London: Kluwer Academic Publisher
Garavaglia R., C. M. Mari and S. Trasatti. 1983. Physicochemical Characterization of Co3O4 Prepared by Thermal Decomposition: Phase Composition and Morphology. Surface Technology (19): 197 – 215
Ghiaci M., B. Aghabarari and A. Gil. Production of Biodiesel by Esterification of Natural Fatty Acids Over Modified Organoclay Catalysts. Fuel (90): 3382–3389
Hollingberya, LA and T.R. Hullb. 2012. The Thermal Decomposition of Natural Mixtures of Huntite and Hydromagnesite. Thermochimica Acta (528): 45 – 52
Li, Jinping. et. al. 2009. Synthesis and Hydrogen-Storage Behavior of Metal–Organic Framework MOF-5. International Journal of Hydrogen Energy (34): 1377–1382
Mir, Sadullah. et. al. 2011. Thermal, Rheological, Mechanical and Morphological Behavior of HDPE/Chitosan Blend. Carbohydrate Polymers (83): 414–42
Pan, Yichang. et. al. 2011. Rapid Synthesis of Zeolitic Imidazolate Framework-8 (ZIF-8) Nanocrystals in an Aqueous System. Journal Royal Society of Chemistry (47): 2071–2073
Sobiesiak, Magdalena. 2012. Thermal Properties of Nanoporous Carbons Prepared by a Template Method Using Different Polymeric and Organic Precursors. New Carbon Materials 27(5): 337–343
Wen, Zhenzhong. et. al. 2010. Synthesis of Biodiesel from Vegetable Oil with Methanol Catalyzed by Li-Doped Magnesium Oxide Catalysts. Applied Energy (87): 743–748

7 comments:

  1. Makasih gan, artikelnya sangat bermanfaat sekali :)

    ReplyDelete
  2. Boleh minta pdf nya kk?

    Latyefakbar16@gmail.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ma'af, pdf nya untuk pribadi, artikel ini hanya untuk menambah wawasan (bacaan) saja...

      Delete
  3. Daftar pustaka yang sitasi Mufthi 2009 tidak ada yah?

    ReplyDelete